Saturday, February 16, 2019

Sejarah Kerajaan Majapahit Yang Terkubur dan Terlupakan (Bagian 1)




Majapahit, adalah sebuah Kerajaan besar. Sebuah Emperor dunia yang ditakuti dan disegani lawan. Wlayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera, sampai Papua. Bahkan, Kerajaan Malaka yang sekarang dikenal dengan nama Malaysia, termasuk wilayah Kerajaan Majapahit.

Juga Kerajaan Champa yang sekarang dikenal sebagai wilayah pesisir di Vietnam, takluk dan termasuk wilayah Kerajaan Majapahit. Jadi bisa sedikit dibayangkan, wilayah Kerajaan Majapahit sebesar wilayah negara-negara ASEAN pada masa sekarang!

Pada masa lalu, Kerajaan besar adalah sebuah kerajaan yang ada diatas banyak kerajaan lain. Mereka diajak bergabung menjadi satu kekuatan, dimana Kerajaan paling kuat yang ada diatasnya, kerajaan itu melindungi ratusan kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawahnya.

Pada masa kini mungkin mirip Amerika Serikat (United State of America) yang terdiri dari beberapa negara bagian (state). Juga Uni Soviet (sekarang Russia) yang pada pasca perang dunia, juga terdiri dari banyak negara (state) yang bergabung dibawahnya.

Dan terakhir adalah ASEAN (Asosiation of South East Asia Nations) yang terdiri dari bangsa serumpun. Juga dibentuknya Uni Eropa (European Union) yang bersatu, yang dibawahnya terdiri dari beberapa negara Monarki di Eropa.

Atau juga Uni Emirat Arab, yang dulunya terdiri dari beberapa raja-raja Arab, namun setelah masuknya bangsa Eropa dan diadu domba, kini akhirnya mereka terpecah-pecah kembali, lalu dibuatlah Liga Arab (Arab League).
Penggabungan adalah kekuatan, mirip pepatah, jadilah seperti sapu lidi yang jika digabungkan akan kuat dan bisa menyapu segalanya, namun jika terpisah maka akan ringkih, tak dapat berbuat apa-apa dan mudah dipatahkan.

Pada era Kerajaan Majapahit, mereka saling berdagang dan saling berbagi segala hal, menjadikannya perekonomian wilayah itu makmur karena hasil alam yang berlimpah dan perekonomian yang maju, menjadikan banyak iri hati pada kerajaan diluar wilayah mereka.

Dalam hal ini, salah satu Kerajaan yang terbesar di Asia Tenggara pada masa lalu adalah Kerajaan Majapahit, yang ada di wilayah pada masa lalu itu, disebut sebagai  Nusantara (Niswantoro).

Berdirinya Majapahit

Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini. (wikimedia)

Majapahit berdiri pada tahun 1293 Masehi. Didirikan oleh Raden Wijaya (raja / penguasa pertama Majapahit) yang lantas setelah dikukuhkan sebagai Raja beliau bergelar Shrii Kertarajasha Jayawardhana.

Eksistensi Majapahit sangat disegani diseluruh dunia. Di wilayah Asia, hanya Majapahit yang ditakuti oleh Kekaisaran Tiongkok China. Di Asia ini, pada abad XIII, hanya ada dua Kerajaan besar, yaitu Tiongkok dan Majapahit.

Lambang Negara Majapahit adalah Surya. Benderanya berwarna Merah dan Putih. Melambangkan darah putih dari ayah dan darah merah dari ibu. Lambang nasionalisme sejati. Lambang kecintaan pada bhumi pertiwi. Karma Bhumi.

Dan pada jamannya, bangsa kita pernah menjadi Negara adikuasa, superpower, layaknya Amerika dan Inggris sekarang. Pusat pemerintahan ada di Trowulan, sekarang didaerah Mojokerto, Jawa Timur. Pelabuhan Internasional-nya waktu itu adalah Gresik.

Agama resmi Negara adalah Hindhu aliran Shiwa dan Buddha. Dua agama besar ini dikukuhkan sebagai agama resmi Negara. Sehingga kemudian muncul istilah agama Shiva-Buddha.

Nama Majapahit sendiri diambil dari nama pohon kesayangan Deva Shiva, Avatara Brahman, yaitu pohon Bilva atau Vilva. Di Jawa pohon ini terkenal dengan nama pohon Maja, dan rasanya memang pahit. Maja yang pahit ini adalah pohon suci bagi penganut agama Shiva, dan nama dari pohon suci ini dijadikan nama kebesaran dari sebuah Emperor di Jawa.

Dalam bahasa Sanskerta (Sanskrit), Majapahit juga dikenal dengan nama Vilvatikta (Wilwatikta. Vilva: Pohon Maja, Tikta : Pahit). Sehingga, selain Majapahit ( baca : Mojopait) orang Jawa juga mengenal Kerajaan besar ini dengan nama Wilwatikta (Wilwotikto).

Kebesaran Majapahit

Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (penguasa ke-3 Majapahit) beserta pasukannya.
Lukisan ilustrasi Sri Gitarja atau Ratu Tribhuwana Tunggadewi Jayawishnu Wardhani (penguasa ke-3 Majapahit) beserta pasukannya.

Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan ketiga oleh Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) atau Sri Gitarja atau Dyah Gitarja atau Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (penguasa ke-3 Majapahit).

Sri Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah pada tahun 1328 hingga tahun 1351. Kanjeng Sri Ratu Tribhuwana merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri.

Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Ratu Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Diakhir pemerintahannya, Sri Ratu mengangkat dan melantik seorang Maha Patih bernama Gajah Mada, hingga berganti tongkat kerajaan Majapahit ke pemerintahan Hayam Wuruk.

Sri Ratu memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.

Majapahit akhirnya mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (penguasa ke-4 Majapahit) (1350-1389 M) dengan Mahapatih Gajah Mada  yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu pun kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat Nusantara.
Benar-benar zaman yang gilang gemilang! Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama Perang Paregreg (1401-1406 M).

Peperangan ini terjadi karena Kadipaten Blambangan (Majapahit istana timur) yang dipimpin Bhre Wirabhumi, hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan (Majapahit istana barat) yang dipimpin Wikramawardhana (penguasa ke-5 Majapahit).

Blambangan yang diperintah oleh Bhre Wirabhumi berhasil ditaklukkan oleh seorang ksatria berdarah Blambangan sendiri yang membelot ke Majapahit, yaitu Raden Gajah.
Kisah diatas ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. (Kebo = Bangsawan, Marcuet = Kecewa). Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. (Jaka = Perjaka, Umbaran = Pengembara).

Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Adipati Blambangan dengan nama Minak Jingga. (Minak = Bangsawan, Jingga = Penuh Keinginan).

Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga tak lain adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri. Namun, sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada Dyah Ayu Kencana Wungu atau Ratu Suhita (ratu / penguasa ke-6 Majapahit).

Malahan Raden Gajah yang kini hendak melepaskan diri dari pusat pemerintahan, karena merasa diingkari janjinya.

Dan tampillah Raden Paramesywara, yang berhasil memadamkan pemberontakan Raden Gajah. Pada akhirnya, Raden Paramesywara diangkat sebagai suami oleh Ratu Suhita.

Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damar Wulan. Ratu Suhita tak lain adalah Kencana Wungu. (Kencana = Mutiara, Wungu = Pucat pasi, ketakutan). Dan Raden Paramesywara adalah Damar Wulan (Damar = Pelita, Wulan = Sang Rembulan).

MAJAPAHIT DAN KESULTANAN CHAMPA

Kondisi Majapahit stabil lagi. Hingga pada tahun 1453 Masehi, tahta Majapahit dipegang oleh Raden Kertabhumi yang lantas terkenal dengan gelar Prabhu Brawijaya (Bhre Wijaya). Nama gelar Brawijaya dipakai dari Brawijaya-1 sampai dengan Brawijaya-6. Pada zaman pemerintahan beliau inilah, Islamisasi mulai merambah wilayah kekuasaan Majapahit, dimulai dari Malaka. Dan kemudian, mulai masuk menuju ke pusat kerajaan, ke pulau Jawa.

Kisahnya adalah sebagai berikut :

Di wilayah Kamboja timur, dulu terdapat Kerajaan kecil yang masuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit, namanya Kerajaan Champa atau Campadesa / Chăm Pa / Chiêm Thành (Sekarang hanya menjadi perkampungan Champa di Vietnam).

Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam semenjak Raja Champa memeluk agama baru itu. Keputusan ini diambil setelah seorang ulama Islam yang datang dan berkhotbah dari Samarqand, Bukhara. (Sekarang didaerah Rusia Selatan). Ulama ini bernama Syeh Ibrahim As-Samarqand. Selain berpindah agama, Raja Champa bahkan mengambil Syeh Ibrahim As-Samarqand sebagai menantu.


                                   Raja Champa memiliki dua orang putri. Yang sulung bernama Dewi Candrawulan dan yang bungsu bernama Dewi Anarawati. Syeh Ibrahim As-Samarqand dinikahkan dengan Dewi Candrawati.

Dari hasil pernikahan ini, lahirlah dua orang putra, yang sulung bernama Sayyid ‘Ali Murtadlo, dan yang bungsu bernama Sayyid ‘Ali Rahmad.

Karena berkebangsaan Champa (Indo-china), Sayyid ‘Ali Rahmad juga dikenal dengan nama Bong Swie Hoo. (Nama Champa dari Sayyid ‘Ali Murtadlo, Raja Champa, Dewi Candrawulan dan Dewi Anarawati, saya belum mengetahuinya).

Kerajaan Champa masih dibawah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit yang berpusat di Jawa. Pada waktu itu Majapahit diperintah oleh Bre Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya-5  (raja ke-11 Majapahit) semenjak tahun 1453 Masehi.

Beliau didampingi oleh adiknya Raden Purwawisesha atau Girishawardhana atau Brawijaya-3  (raja ke-9 Majapahit) sebagai Mahapatih. Pada tahun 1466, Raden Purwawisesha mengundurkan diri dari jabatannya, dan sebagai penggantinya diangkatlah Bhre Pandhansalas atau Suraprabhawa atau Brawijaya-4 (raja ke-10 Majapahit).

Namun dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1468 Masehi, Bhre Pandhansalas juga mengundurkan diri. Praktis semenjak tahun 1468 Masehi pada saat Brawijaya-5 atau Bhre Kertabumi, maka gelar Prabhu Brawijaya-5 memerintah Majapahit tanpa didampingi oleh seorang Mahapatih.

Apakah gerangan dalam masa pemerintahan Prabhu Brawijaya-5 terjadi dua kali pengunduran diri dari seorang Mahapatih? Sebabnya tak lain dan tak bukan karena Prabhu Brawijaya-5 terlalu lunak dengan etnis China dan orang-orang Muslim.
Diceritakan, begitu Prabhu Brawijaya-5 naik tahta, Kekaisaran Tiongkok mengirimkan seorang putri China yang sangat cantik sebagai persembahan kepada Prabhu Brawijaya-5 untuk dinikahi.

Hal ini dimaksudkan sebagai tali penyambung kekerabatan antara Kerajaan Majapahit dengan Kekaisaran Tiongkok.

Putri dari Kekaisaran Tiongkok ini bernama Tan Eng Kian. Sangat cantik. Tiada bercacat.
Karena kecantikannya, setelah Prabhu Brawijaya-5 menikahi putri dari Tiongkok ini, praktis beliau hampir-hampir melupakan istri-istrinya yang lain. Prabhu Brawijaya-5 banyak memiliki istri, dari berbagai istri beliau, lahirlah tokoh-tokoh besar. Pada kesempatan lain, saya akan menceritakannya.

Ketika putri Tan Eng Kian tengah hamil tua, rombongan dari Kerajaan Champa datang menghadap. Raja Champa sendiri yang datang, diiringi oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam rombongan, Dewi Anarawati atau nama lainnya adalah Dwarawati.

Raja Champa banyak membawa upeti sebagai tanda takluk. Dan salah satu upeti yang sangat berharga adalah, Dewi Anarawati sendiri. Melihat kecantikan putri berdarah Indo-China ini, Prabhu Brawijaya terpikat.

Dan begitu Dewi Anarawati telah beliau peristri, Tan Eng Kian, putri China yang tengah hamil tua itu, seakan-akan sudah tidak ada lagi di istana. Perhatian Prabhu Brawijaya kini beralih kepada Dewi Anarawati.

Saking tergila-gilanya, manakala Dewi Anarawati meminta agar Tan Eng Kian disingkirkan dari istana, Prabhu Brawijaya menurutinya.
Kemudian, Tan Eng Kian diceraikan. Lantas putri China yang malang ini diserahkan kepada Adipati Palembang, Arya Damar untuk diperistri.

Adipati Arya Damar sesungguhnya juga peranakan China. Dia adalah putra selir Prabhu Wikramawardhana, Raja Majapahit yang sudah wafat yang memerintah pada tahun 1389-1429 Masehi, dengan seorang putri China pula.

Nama China Adipati Arya Damar adalah Swan Liong. Menerima pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu kehormatan besar. Perlu dicatat, Swan Liong adalah China Muslim.
Dia masuk Islam setelah berinteraksi dengan etnis China di Palembang, dari keturunan pengikut Laksamana Muslim asal Tiongkok Cheng Ho (Zheng He) yang sudah tinggal lebih dahulu di Palembang.

Oleh karena itulah, Palembang waktu itu adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit yang bercorak Islam. Artinya, para era Kekuasaan Majapahit, sudah ada kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

Adipati Arya Damar menunggu kelahiran putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.

Anak yang lahir dari rahim Tan Eng Kian, hasil dari pernikahannya dengan Prabhu Brawijaya-5, adalah seorang anak lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya Muslim, dia juga diberi nama muslim, Hassan.
Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patah atau Jin Bun bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun (lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518.

Dari hasil perkawinan Arya Damar dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga seorang putra, diberinama Kin Shan, sebagai adik tiri Raden Patah. Nama muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Adipati Pecattandha, atau Adipati Terung yang terkenal itu!
MASUKNYA ISLAM KE MAJAPAHIT
Kembali ke Jawa. Dewi Anarawati yang Muslim itu telah berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya-5. Dia lantas menggulirkan rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan Eng Kian.

Dewi Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya-5 agar saudara-saudaranya yang muslim, yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah Peshantian, sebuah Padepokan, seperti halnya Padepokan para Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.

Mendengar permintaan istri tercintanya ini, Prabhu Brawijaya-5 tak bisa menolak. Namun yang menjadi masalah, siapakah yang akan mengisi jabatan sebagai seorang Guru layaknya padepokan Shiva atau Mahawiku layaknya padepokan Buddha?
Pucuk dicinta ulam tiba, Dewi Anarawati segera mengusulkan, agar diperkenankan memanggil kakak iparnya di Kerajaan Champa, Syeh Ibrahim As-Samarqand (Syekh Ibrahim Asmarakandi) yang kini ada di Champa untuk tinggal sebagai Guru di Ashrama Islam di pulau Jawa yang hendak dibangun. Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya-5 menyetujuinya.

Para Pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah melihat gelagat yang tidak baik. Mereka dengan halus memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan penting.

Tak kurang-kurang, Sabdo Palon Noyogenggong, seorang punakawan terdekat Prabhu Brawijaya-5 juga sudah memperingatkan agar momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah. Namun, Prabhu Brawijaya-5 bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang terdekatnya beliau dengarkan.

Perekonomian Majapahit sudah hamper didominasi oleh etnis China semenjak putri Tan Eng Kian diperistri oleh Prabhu Brawijaya-5, dan memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok. Kini, dengan masuknya Dewi Anarawati, orang-orang Muslim-pun mendepat kesempatan besar.
Apalagi, pada waktu itu, banyak juga orang China yang Muslim. Semua masukan bagi Prabhu Brawijaya-5 tersebut, tidak satupun yang diperhatikan secara sungguh-sungguh.

Para Pejabat daerah mengirimkan surat khusus kepada Sang Prabhu yang isinya mengeluhkan tingkah laku para pendatang baru ini. Namun, tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh.

Hingga pada suatu ketika, manakala ada acara rutin tahunan dimana para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota Majapahit sebagai tanda kesetiaan, Pujangga Anom Ketut Suryongalam yang kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Kutu, Adipati daerah Wengker (daerah Ponorogo sekarang), mempersembahkan tarian khusus buat Sang Prabhu. Tarian ini masih baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun.
Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piranti tari bernama Dhadhak Merak, yaitu sebuah piranti tari yang berupa duplikat kepala harimau dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya.

Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurid yang bertingkah polah seperti banci ( Sekarang dimainkan oleh wanita tulen). Ditambah satu tokoh yang bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom tampak menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan, melompat-lompat seperti orang gila.

Sang Prabhu takjub melihat tarian baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu, Adipati dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpa sungkan-sungkan lagi menjelaskan, bahwa Dhadhak Merak adalah symbol dari Kerajaan Majapahit sendiri.

Kepala Harimau adalah symbol dari Sang Prabhu. Bulu-bulu merak yang indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu yang terkenal sangat cantik, yaitu Dewi Anarawati. Pasukan banci adalah pasukan Majapahit. Pujangganom adalah symbol dari Pejabat Teras, dan Jathilan adalah symbol dari Pejabat Daerah.

Arti sesungguhnya adalah, Kerajaan Majapahit, kini diperintah oleh seekor harimau yang dikangkangi oleh Burung Merak yang indah. Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung Merak. Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem dan banci, sangat memalukan!

Para pejabat teras acuh tak acuh dan pejabat daerah dibuat kebingungan menghadapi invasi halus, imperialisasi halus yang kini tengah terjadi. Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam. Kesenian sindiran ini pada kemudian hari bahkan hingga kini, dikenal dengan nama Reog Ponorogo!
Mendengar kelancangan Ki Ageng Kutu, Prabhu Brawijaya-5 murka! Dan Ki Ageng Kutu, bersama para pengikutnya segera meninggalkan Majapahit. Sesampainya di Wengker, beliau mamaklumatkan perang dengan Majapahit!

Prabhu Brawijaya-5 mengutus putra selirnya, Raden Bathara Katong (kelak adalah pendiri Kabupaten Ponorogo dan juga merupakan Adipati pertama Ponorogo) untuk memimpin pasukan Majapahit, menggempur Kadipaten Wengker!

Prabhu Brawijaya-5 menjanjikan daerah ‘perdikan’. Daerah perdikan adalah daerah otonom. Beliau menjanjikannya kepada Dewi Anarawati. Dan Dewi Anarawati meminta daerah Ampeldhenta (daerah Surabaya, sekarang) agar dijadikan daerah otonom bagi orang-orang Islam. Dan disana, rencananya akan dibangun sebuah Ashrama besar, pusat pendidikan bagi kaum Muslim.
Begitu Prabhu Brawijaya menyetujui hal ini, maka Dewi Anarawati, atas nama Negara, mengirim utusan ke Champa. Meminta kesediaan Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari Padepokan yang hendak dibangun.

Sumber : https://indocropcircles.wordpress.com

No comments:

AI

  Bagaimana Cara Kerja Kecerdasan Buatan AI bekerja dengan menggabungkan sejumlah besar data dengan cepat, pengolahan berulang, dan algori...