Majapahit, adalah sebuah Kerajaan besar. Sebuah Emperor
dunia yang ditakuti dan disegani lawan. Wlayahnya membentang dari ujung utara
pulau Sumatera, sampai Papua. Bahkan, Kerajaan Malaka yang sekarang dikenal
dengan nama Malaysia, termasuk wilayah Kerajaan Majapahit.
Juga Kerajaan Champa yang sekarang dikenal sebagai wilayah
pesisir di Vietnam, takluk dan termasuk wilayah Kerajaan Majapahit. Jadi bisa
sedikit dibayangkan, wilayah Kerajaan Majapahit sebesar wilayah negara-negara
ASEAN pada masa sekarang!
Pada masa lalu, Kerajaan besar adalah sebuah kerajaan yang
ada diatas banyak kerajaan lain. Mereka diajak bergabung menjadi satu kekuatan,
dimana Kerajaan paling kuat yang ada diatasnya, kerajaan itu melindungi ratusan
kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawahnya.
Pada masa kini mungkin mirip Amerika Serikat (United State
of America) yang terdiri dari beberapa negara bagian (state). Juga Uni Soviet
(sekarang Russia) yang pada pasca perang dunia, juga terdiri dari banyak negara
(state) yang bergabung dibawahnya.
Dan terakhir adalah ASEAN (Asosiation of South East Asia
Nations) yang terdiri dari bangsa serumpun. Juga dibentuknya Uni Eropa
(European Union) yang bersatu, yang dibawahnya terdiri dari beberapa negara
Monarki di Eropa.
Atau juga Uni Emirat Arab, yang dulunya terdiri dari
beberapa raja-raja Arab, namun setelah masuknya bangsa Eropa dan diadu domba,
kini akhirnya mereka terpecah-pecah kembali, lalu dibuatlah Liga Arab (Arab
League).
Penggabungan adalah kekuatan, mirip pepatah, jadilah seperti
sapu lidi yang jika digabungkan akan kuat dan bisa menyapu segalanya, namun
jika terpisah maka akan ringkih, tak dapat berbuat apa-apa dan mudah
dipatahkan.
Pada era Kerajaan Majapahit, mereka saling berdagang dan
saling berbagi segala hal, menjadikannya perekonomian wilayah itu makmur karena
hasil alam yang berlimpah dan perekonomian yang maju, menjadikan banyak iri
hati pada kerajaan diluar wilayah mereka.
Dalam hal ini, salah satu Kerajaan yang terbesar di Asia
Tenggara pada masa lalu adalah Kerajaan Majapahit, yang ada di wilayah pada
masa lalu itu, disebut sebagai Nusantara
(Niswantoro).
Berdirinya
Majapahit
Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan
Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini. (wikimedia)
Majapahit berdiri pada tahun 1293 Masehi. Didirikan oleh
Raden Wijaya (raja / penguasa pertama Majapahit) yang lantas setelah dikukuhkan
sebagai Raja beliau bergelar Shrii Kertarajasha Jayawardhana.
Eksistensi Majapahit sangat disegani diseluruh dunia. Di
wilayah Asia, hanya Majapahit yang ditakuti oleh Kekaisaran Tiongkok China. Di
Asia ini, pada abad XIII, hanya ada dua Kerajaan besar, yaitu Tiongkok dan
Majapahit.
Lambang Negara Majapahit adalah Surya. Benderanya berwarna
Merah dan Putih. Melambangkan darah putih dari ayah dan darah merah dari ibu.
Lambang nasionalisme sejati. Lambang kecintaan pada bhumi pertiwi. Karma Bhumi.
Dan pada jamannya, bangsa kita pernah menjadi Negara
adikuasa, superpower, layaknya Amerika dan Inggris sekarang. Pusat pemerintahan
ada di Trowulan, sekarang didaerah Mojokerto, Jawa Timur. Pelabuhan
Internasional-nya waktu itu adalah Gresik.
Agama resmi Negara adalah Hindhu aliran Shiwa dan Buddha.
Dua agama besar ini dikukuhkan sebagai agama resmi Negara. Sehingga kemudian
muncul istilah agama Shiva-Buddha.
Nama Majapahit sendiri diambil dari nama pohon kesayangan
Deva Shiva, Avatara Brahman, yaitu pohon Bilva atau Vilva. Di Jawa pohon ini
terkenal dengan nama pohon Maja, dan rasanya memang pahit. Maja yang pahit ini
adalah pohon suci bagi penganut agama Shiva, dan nama dari pohon suci ini dijadikan
nama kebesaran dari sebuah Emperor di Jawa.
Dalam bahasa Sanskerta (Sanskrit), Majapahit juga dikenal
dengan nama Vilvatikta (Wilwatikta. Vilva: Pohon Maja, Tikta : Pahit).
Sehingga, selain Majapahit ( baca : Mojopait) orang Jawa juga mengenal Kerajaan
besar ini dengan nama Wilwatikta (Wilwotikto).
Kebesaran
Majapahit
Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (penguasa ke-3
Majapahit) beserta pasukannya.
Lukisan ilustrasi Sri Gitarja atau Ratu Tribhuwana
Tunggadewi Jayawishnu Wardhani (penguasa ke-3 Majapahit) beserta pasukannya.
Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman
pemerintahan ketiga oleh Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat
Tribhuwana) atau Sri Gitarja atau Dyah Gitarja atau Ratu Tribhuwanatunggadewi
Jayawishnuwardhani (penguasa ke-3 Majapahit).
Sri Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga
Majapahit yang memerintah pada tahun 1328 hingga tahun 1351. Kanjeng Sri Ratu
Tribhuwana merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri.
Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya
ialah Sri Ratu Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.
Diakhir pemerintahannya, Sri Ratu mengangkat dan melantik
seorang Maha Patih bernama Gajah Mada, hingga berganti tongkat kerajaan
Majapahit ke pemerintahan Hayam Wuruk.
Sri Ratu memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak
tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia
diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.
Majapahit akhirnya mencapai zaman keemasan pada masa
pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (penguasa ke-4 Majapahit) (1350-1389 M) dengan
Mahapatih Gajah Mada yang kesohor
dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu pun kemakmuran benar-benar dirasakan
seluruh rakyat Nusantara.
Benar-benar zaman yang gilang gemilang! Stabilitas Majapahit
sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama
Perang Paregreg (1401-1406 M).
Peperangan ini terjadi karena Kadipaten Blambangan
(Majapahit istana timur) yang dipimpin Bhre Wirabhumi, hendak melepaskan diri
dari pusat Pemerintahan (Majapahit istana barat) yang dipimpin Wikramawardhana
(penguasa ke-5 Majapahit).
Blambangan yang diperintah oleh Bhre Wirabhumi berhasil
ditaklukkan oleh seorang ksatria berdarah Blambangan sendiri yang membelot ke
Majapahit, yaitu Raden Gajah.
Kisah diatas ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam
cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. (Kebo = Bangsawan,
Marcuet = Kecewa). Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. (Jaka =
Perjaka, Umbaran = Pengembara).
Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo
Marcuet, dikukuhkan sebagai Adipati Blambangan dengan nama Minak Jingga. (Minak
= Bangsawan, Jingga = Penuh Keinginan).
Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga
tak lain adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri. Namun,
sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada
Dyah Ayu Kencana Wungu atau Ratu Suhita (ratu / penguasa ke-6 Majapahit).
Malahan Raden Gajah yang kini hendak melepaskan diri dari
pusat pemerintahan, karena merasa diingkari janjinya.
Dan tampillah Raden Paramesywara, yang berhasil memadamkan
pemberontakan Raden Gajah. Pada akhirnya, Raden Paramesywara diangkat sebagai
suami oleh Ratu Suhita.
Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damar Wulan. Ratu Suhita
tak lain adalah Kencana Wungu. (Kencana = Mutiara, Wungu = Pucat pasi,
ketakutan). Dan Raden Paramesywara adalah Damar Wulan (Damar = Pelita, Wulan =
Sang Rembulan).
MAJAPAHIT DAN KESULTANAN CHAMPA
Kondisi Majapahit stabil lagi. Hingga pada tahun 1453
Masehi, tahta Majapahit dipegang oleh Raden Kertabhumi yang lantas terkenal
dengan gelar Prabhu Brawijaya (Bhre Wijaya). Nama gelar Brawijaya dipakai dari
Brawijaya-1 sampai dengan Brawijaya-6. Pada zaman pemerintahan beliau inilah,
Islamisasi mulai merambah wilayah kekuasaan Majapahit, dimulai dari Malaka. Dan
kemudian, mulai masuk menuju ke pusat kerajaan, ke pulau Jawa.
Kisahnya adalah sebagai berikut :
Di wilayah Kamboja timur, dulu terdapat Kerajaan kecil yang
masuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit, namanya Kerajaan Champa atau Campadesa
/ Chăm Pa / Chiêm Thành (Sekarang hanya menjadi perkampungan Champa di
Vietnam).
Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam semenjak Raja
Champa memeluk agama baru itu. Keputusan ini diambil setelah seorang ulama
Islam yang datang dan berkhotbah dari Samarqand, Bukhara. (Sekarang didaerah
Rusia Selatan). Ulama ini bernama Syeh Ibrahim As-Samarqand. Selain berpindah
agama, Raja Champa bahkan mengambil Syeh Ibrahim As-Samarqand sebagai menantu.
Raja
Champa memiliki dua orang putri. Yang sulung bernama Dewi Candrawulan dan yang
bungsu bernama Dewi Anarawati. Syeh Ibrahim As-Samarqand dinikahkan dengan Dewi
Candrawati.
Dari hasil pernikahan ini, lahirlah
dua orang putra, yang sulung bernama Sayyid ‘Ali Murtadlo, dan yang bungsu
bernama Sayyid ‘Ali Rahmad.
Karena berkebangsaan Champa
(Indo-china), Sayyid ‘Ali Rahmad juga dikenal dengan nama Bong Swie Hoo. (Nama
Champa dari Sayyid ‘Ali Murtadlo, Raja Champa, Dewi Candrawulan dan Dewi
Anarawati, saya belum mengetahuinya).
Kerajaan Champa masih dibawah
kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit yang berpusat di Jawa. Pada waktu itu
Majapahit diperintah oleh Bre Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya-5 (raja ke-11 Majapahit) semenjak tahun 1453
Masehi.
Beliau didampingi oleh adiknya
Raden Purwawisesha atau Girishawardhana atau Brawijaya-3 (raja ke-9 Majapahit) sebagai Mahapatih. Pada
tahun 1466, Raden Purwawisesha mengundurkan diri dari jabatannya, dan sebagai
penggantinya diangkatlah Bhre Pandhansalas atau Suraprabhawa atau Brawijaya-4
(raja ke-10 Majapahit).
Namun dua tahun kemudian, yaitu
pada tahun 1468 Masehi, Bhre Pandhansalas juga mengundurkan diri. Praktis
semenjak tahun 1468 Masehi pada saat Brawijaya-5 atau Bhre Kertabumi, maka
gelar Prabhu Brawijaya-5 memerintah Majapahit tanpa didampingi oleh seorang
Mahapatih.
Apakah gerangan dalam masa
pemerintahan Prabhu Brawijaya-5 terjadi dua kali pengunduran diri dari seorang
Mahapatih? Sebabnya tak lain dan tak bukan karena Prabhu Brawijaya-5 terlalu
lunak dengan etnis China dan orang-orang Muslim.
Diceritakan, begitu Prabhu
Brawijaya-5 naik tahta, Kekaisaran Tiongkok mengirimkan seorang putri China
yang sangat cantik sebagai persembahan kepada Prabhu Brawijaya-5 untuk
dinikahi.
Hal ini dimaksudkan sebagai tali
penyambung kekerabatan antara Kerajaan Majapahit dengan Kekaisaran Tiongkok.
Putri dari Kekaisaran Tiongkok ini
bernama Tan Eng Kian. Sangat cantik. Tiada bercacat.
Karena kecantikannya, setelah
Prabhu Brawijaya-5 menikahi putri dari Tiongkok ini, praktis beliau
hampir-hampir melupakan istri-istrinya yang lain. Prabhu Brawijaya-5 banyak
memiliki istri, dari berbagai istri beliau, lahirlah tokoh-tokoh besar. Pada
kesempatan lain, saya akan menceritakannya.
Ketika putri Tan Eng Kian tengah
hamil tua, rombongan dari Kerajaan Champa datang menghadap. Raja Champa sendiri
yang datang, diiringi oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam
rombongan, Dewi Anarawati atau nama lainnya adalah Dwarawati.
Raja Champa banyak membawa upeti
sebagai tanda takluk. Dan salah satu upeti yang sangat berharga adalah, Dewi
Anarawati sendiri. Melihat kecantikan putri berdarah Indo-China ini, Prabhu
Brawijaya terpikat.
Dan begitu Dewi Anarawati telah
beliau peristri, Tan Eng Kian, putri China yang tengah hamil tua itu,
seakan-akan sudah tidak ada lagi di istana. Perhatian Prabhu Brawijaya kini
beralih kepada Dewi Anarawati.
Saking tergila-gilanya, manakala
Dewi Anarawati meminta agar Tan Eng Kian disingkirkan dari istana, Prabhu
Brawijaya menurutinya.
Kemudian, Tan Eng Kian diceraikan.
Lantas putri China yang malang ini diserahkan kepada Adipati Palembang, Arya
Damar untuk diperistri.
Adipati Arya Damar sesungguhnya
juga peranakan China. Dia adalah putra selir Prabhu Wikramawardhana, Raja
Majapahit yang sudah wafat yang memerintah pada tahun 1389-1429 Masehi, dengan
seorang putri China pula.
Nama China Adipati Arya Damar
adalah Swan Liong. Menerima pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu
kehormatan besar. Perlu dicatat, Swan Liong adalah China Muslim.
Dia masuk Islam setelah
berinteraksi dengan etnis China di Palembang, dari keturunan pengikut Laksamana
Muslim asal Tiongkok Cheng Ho (Zheng He) yang sudah tinggal lebih dahulu di
Palembang.
Oleh karena itulah, Palembang waktu
itu adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit yang bercorak Islam.
Artinya, para era Kekuasaan Majapahit, sudah ada kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara.
Adipati Arya Damar menunggu
kelahiran putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu
putri China ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.
Anak yang lahir dari rahim Tan Eng
Kian, hasil dari pernikahannya dengan Prabhu Brawijaya-5, adalah seorang anak
lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya Muslim, dia juga diberi
nama muslim, Hassan.
Kelak di Jawa, dia terkenal dengan
nama Raden Patah atau Jin Bun bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun
(lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah pendiri dan raja Demak
pertama dan memerintah tahun 1500-1518.
Dari hasil perkawinan Arya Damar
dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga seorang putra, diberinama Kin Shan, sebagai
adik tiri Raden Patah. Nama muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia
terkenal dengan nama Adipati Pecattandha, atau Adipati Terung yang terkenal
itu!
MASUKNYA ISLAM KE MAJAPAHIT
Kembali ke Jawa. Dewi Anarawati
yang Muslim itu telah berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya-5. Dia lantas
menggulirkan rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan
Eng Kian.
Dewi Anarawati meminta kepada
Prabhu Brawijaya-5 agar saudara-saudaranya yang muslim, yang banyak tinggal
dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah Peshantian, sebuah
Padepokan, seperti halnya Padepokan para Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.
Mendengar permintaan istri
tercintanya ini, Prabhu Brawijaya-5 tak bisa menolak. Namun yang menjadi
masalah, siapakah yang akan mengisi jabatan sebagai seorang Guru layaknya
padepokan Shiva atau Mahawiku layaknya padepokan Buddha?
Pucuk dicinta ulam tiba, Dewi
Anarawati segera mengusulkan, agar diperkenankan memanggil kakak iparnya di
Kerajaan Champa, Syeh Ibrahim As-Samarqand (Syekh Ibrahim Asmarakandi) yang
kini ada di Champa untuk tinggal sebagai Guru di Ashrama Islam di pulau Jawa
yang hendak dibangun. Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya-5 menyetujuinya.
Para Pembesar Majapahit, Para
Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah melihat gelagat yang tidak baik.
Mereka dengan halus memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati
dalam mengambil sebuah keputusan penting.
Tak kurang-kurang, Sabdo Palon
Noyogenggong, seorang punakawan terdekat Prabhu Brawijaya-5 juga sudah
memperingatkan agar momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah. Namun,
Prabhu Brawijaya-5 bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang
terdekatnya beliau dengarkan.
Perekonomian Majapahit sudah hamper
didominasi oleh etnis China semenjak putri Tan Eng Kian diperistri oleh Prabhu
Brawijaya-5, dan memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok. Kini, dengan
masuknya Dewi Anarawati, orang-orang Muslim-pun mendepat kesempatan besar.
Apalagi, pada waktu itu, banyak
juga orang China yang Muslim. Semua masukan bagi Prabhu Brawijaya-5 tersebut,
tidak satupun yang diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Para Pejabat daerah mengirimkan
surat khusus kepada Sang Prabhu yang isinya mengeluhkan tingkah laku para
pendatang baru ini. Namun, tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh.
Hingga pada suatu ketika, manakala
ada acara rutin tahunan dimana para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota
Majapahit sebagai tanda kesetiaan, Pujangga Anom Ketut Suryongalam yang
kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Kutu, Adipati daerah Wengker (daerah Ponorogo
sekarang), mempersembahkan tarian khusus buat Sang Prabhu. Tarian ini masih
baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun.
Tarian ini dimainkan dengan
menggunakan piranti tari bernama Dhadhak Merak, yaitu sebuah piranti tari yang
berupa duplikat kepala harimau dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak
diatasnya.
Dhadhak Merak ini dimainkan oleh
satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurid yang bertingkah polah
seperti banci ( Sekarang dimainkan oleh wanita tulen). Ditambah satu tokoh yang
bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom tampak
menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan, melompat-lompat seperti orang
gila.
Sang Prabhu takjub melihat tarian
baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki
Ageng Kutu, Adipati dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpa
sungkan-sungkan lagi menjelaskan, bahwa Dhadhak Merak adalah symbol dari
Kerajaan Majapahit sendiri.
Kepala Harimau adalah symbol dari
Sang Prabhu. Bulu-bulu merak yang indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu
yang terkenal sangat cantik, yaitu Dewi Anarawati. Pasukan banci adalah pasukan
Majapahit. Pujangganom adalah symbol dari Pejabat Teras, dan Jathilan adalah
symbol dari Pejabat Daerah.
Arti sesungguhnya adalah, Kerajaan
Majapahit, kini diperintah oleh seekor harimau yang dikangkangi oleh Burung
Merak yang indah. Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung
Merak. Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem dan
banci, sangat memalukan!
Para pejabat teras acuh tak acuh
dan pejabat daerah dibuat kebingungan menghadapi invasi halus, imperialisasi
halus yang kini tengah terjadi. Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu
memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam.
Kesenian sindiran ini pada kemudian hari bahkan hingga kini, dikenal dengan
nama Reog Ponorogo!
Mendengar kelancangan Ki Ageng Kutu,
Prabhu Brawijaya-5 murka! Dan Ki Ageng Kutu, bersama para pengikutnya segera
meninggalkan Majapahit. Sesampainya di Wengker, beliau mamaklumatkan perang
dengan Majapahit!
Prabhu Brawijaya-5 mengutus putra
selirnya, Raden Bathara Katong (kelak adalah pendiri Kabupaten Ponorogo dan
juga merupakan Adipati pertama Ponorogo) untuk memimpin pasukan Majapahit,
menggempur Kadipaten Wengker!
Prabhu Brawijaya-5 menjanjikan
daerah ‘perdikan’. Daerah perdikan adalah daerah otonom. Beliau menjanjikannya
kepada Dewi Anarawati. Dan Dewi Anarawati meminta daerah Ampeldhenta (daerah
Surabaya, sekarang) agar dijadikan daerah otonom bagi orang-orang Islam. Dan
disana, rencananya akan dibangun sebuah Ashrama besar, pusat pendidikan bagi
kaum Muslim.
Begitu Prabhu Brawijaya menyetujui
hal ini, maka Dewi Anarawati, atas nama Negara, mengirim utusan ke Champa.
Meminta kesediaan Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan
menjadi Guru dari Padepokan yang hendak dibangun.
Sumber : https://indocropcircles.wordpress.com
No comments:
Post a Comment