Dari Peradaban awal manusia di
Atlantis (Nusantara) ke Plato lalu kembali
Indonesia kini.
“Setiap umat mempunyai batas
waktu (ajal-nya), makakala ia telah tiba, maka mereka tidak akan bisa
mengundurkannya sesaat pun, tidak pula mereka bisa memajukannya.” (QS 7:34)
Bulan-bulan ini bangsa Indonesia
diharu-biru oleh berbagai isu, ketegangan konflik dan meningkatnya suhu
politik, serta berbagai perilaku aneh
para politisi dan kontestan pemilu caleg
yang gagal. Ada yang stress, depresi berat, lalu gila. Ada yang ‘mutung’
mengambil kembali barang bantuannya yang sudah diberikannya ketika
kampanye tapi gagal menang pileg. Bahkan
tidak sedikit yang bunuh diri, dan-atau melakukan pembunuhan.
Fenomena-fenomena aneh dalam
praktek kehidupan sosial dan sistem politik bangsa Indonesia saat ini semakin
memperlihatkan praktek dan perwujudan
cara berfikir (filsafat/pandangan dunia) yang jauh dari realisasi asasi
nilai-nilai luhur Panca Sila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyaratan-perwakilan”.
Jelasnya hampir semua (sebagian besar) perilaku sosial-politik bangsa
Indonesia kini didominasi kendali paham pikir keserakahan materialistis. Prinsip falsafah Pancasilais: ”Ketuhanan Yang
Maha Esa” dan ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” telah tergusur oleh falsafah ”Keuangan yang maha kuasa” dan
”Kebinatangan yang zalim dan biadab”.
Praktek kehidupan sosial-politik
dan ekonomi anak bangsa tak lagi terpimpin oleh semangat kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmah-Kebijaksaan. Demokrasi
masih menjadi sekedar menjadi alat formal-prosedural pengumpul legitimasi
untuk berkuasanya para elite politik-ekonomi. Paling tidak itulah yang
dirasakan oleh beberapa pengamat dan tokoh-tokoh yang prihantin dengan kondisi
bangsa Indonesia saat ini.
Lalu apa hubungannya dengan
Plato, filosof kelahiran Yunani (Greek philosopher) yang hidup 427-347 Sebelum Masehi (SM)? Plato
adalah salah seorang murid Socrates, filosof arif bijaksana, yang kemudian mati
diracun oleh penguasa Athena yang zalim pada tahun 399 SM. Setelah kematian
gurunya, Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke Mesir.
Pada tahun 387 SM dia kembali ke
Athena dan mendirikan Academy, sebuah sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat,
yang kemudian menjadi model buat universitas moderen. Murid yang paling
terkenal dari Academy tersebut adalah Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh
yang hebat terhadap filsafat sampai saat ini.
Demi pemeliharaan Academy, banyak
karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan karya tulisnya berbentuk surat-surat
dan dialog-dialog, yang paling terkenal adalah Republic. Karya tulisnya
mencakup subjek yang terentang dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan,
dari politik hingga ilmu alam.
Dua dari dialognya, Timeaus and
Critias, memuat satu-satunya referensi orsinil tentang pulau Atlantis (the
island of Atlantis).
Halaman Buku Critias and Timaeus,
karya Plato
Plato menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu
terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa,
pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi
tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.
Penelitian mutakhir yang
dilakukan oleh Prof. Dr. Aryso Santos, menegaskan teorinya bahwa Atlantis itu
adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian
selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally
Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos
menampilkan 33 perbandingan ciri-ciri dari 12 lokasi di muka bumi yang diduga
para sarjana lain sebagai situs Atlantis, seperti luas wilayahnya, cuacanya,
kekayaan alamnya, gunung berapinya, dan cara bertaninya, dll. yang akhirnya
Santos menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia sekarang. Salah satu
buktinya adalah sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah
bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno
Aztec di Meksiko.
Aryso Santos juga menerapkan
analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan arkeologis dalam
penelitiannya. Dia banyak mendapatkan petunjuk dari reflief-relief dari
bangunan-bangunan dan artefak bersejarah dan piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban Maya dan
Aztec di Amerika Selatan, candi-candi dan artefak-artefak bersejarah
peninggalan peradaban Hindu di lembah sungai Hindustan (Peradaban Mohenjodaro
dan Harrapa). Juga dia mengumpulkan petunjuk-petunjuk dari naskah-naskah kuno,
kitab-kita suci berbagai agama seperti the Bible dan kitab suci Hindu Rig Veda,
Puranas, dll.
Konteks Indonesia Secara Geologis
dan Geografis
Menurut Prof. Dr. H. Priyatna
Abdul Rasyid, Ph.D. Direktur Kehormatan International Institute of Space Law
(IISL), Paris-Prancis: bukanlah suatu kebetulan ketika Indonesia pada tahun
1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU No. 4 Perpu tahun
1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia
dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu
kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu
tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu.
Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.
Santos menetapkan bahwa pada masa
lalu itu Atlantis merupakan benua yang memben-tang dari bagian selatan India,
Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia
(yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi
yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale,
terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori Plato menerangkan bahwa
Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara
bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh
lapisan-lapisan es (era Pleistocene) . Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung
berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia
(dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air yang berasal
dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan
gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di
Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung
Toba yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari
adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan
lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.
Kata Atlantis berasal dari bahasa
Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower),
Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis
pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu pengetahuan-teknologi,
dan lain-lainnya. Plato menduga bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik
sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh
satu samudera (ocean) secara menyeluruh.Ocean berasal dari kata Sanskrit
ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein,
dan Stephen Hawking.
Santos berbeda dengan Plato
mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat
terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es di muka
bumi mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan
lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya,
mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama
pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi
oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan
gelombang tsunami yang dahsyat. Santos, dengan mengutip teori para geolog,
menamakannya sebagai Heinrich Events, bencana katastrop yang berdampak
global. Beberapa artikel resume dari
buku Aryso Santos ini dipublikasikan di situs internetnya di
http://www.atlan.org.
Menurut Santos, dalam usaha
mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah
melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya
datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera
Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di
wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang
hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata,
“Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato
tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Priyatna mengatakan: ”Namun, ada
beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni
pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh
Santos dipastikan sebagai wilayah Republik
Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di
Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung,
Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung
itu telah atau sedang aktif kembali.”
Ketiga, soal semburan lumpur
akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur.
Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur
panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of
mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat
dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah
dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim
kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran
semburan lumpur panas dari masa yang lampau.
Menurut Priyatna, bahwa Indonesia
adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus membuat
kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan
internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun
sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis
itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya.
Koran Republika, Sabtu, 18 Juni
2005 menulis bahwa para peneliti AS menyatakan bahwa Atlantis is Indonesia.
Hingga kini cerita tentang benua yang hilang ‘Atlantis’ masih terselimuti kabut
misteri. Sebagian orang menganggap Atlantis cuma dongeng belaka, meski tak
kurang 5.000 buku soal Atlantis telah ditulis oleh para pakar.
Bagi para arkeolog atau
oceanografer moderen, Atlantis tetap merupakan obyek menarik terutama soal
teka-teki di mana sebetulnya lokasi sang benua. Banyak ilmuwan menyebut benua
Atlantis terletak di Samudera Atlantik.
Sebagian arkeolog Amerika Serikat
(AS) bahkan meyakini benua Atlantis dulunya adalah sebuah pulau besar bernama
Sunda Land, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan.
Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring
berakhirnya zaman es.
”Para peneliti AS ini menyatakan
bahwa Atlantis is Indonesia,” kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Prof Umar Anggara Jenny, Jumat (17/6), di sela-sela rencana gelaran
‘International Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses
of the People in Indonesia Archipelago, 28-30 Juni 2005.
Kata Umar, dalam dua dekade
terakhir memang diperoleh banyak temuan penting soal penyebaran dan asal usul
manusia. Salah satu temuan penting ini adalah hipotesa adanya sebuah pulau
besar sekali di Laut Cina Selatan yang tenggelam setelah zaman es.
Hipotesa itu, kata Umar,
berdasarkan pada kajian ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang
arkeologi molekuler. Tema ini, lanjutnya, bahkan menjadi salah satu hal yang
diangkat dalam simposium internasional di Solo, 28-30 Juni 2005
Menurut Umar, salah satu pulau
penting yang tersisa dari benua Atlantis — jika memang benar — adalah Pulau
Natuna, Riau. Berdasarkan kajian biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui
memiliki gen yang mirip dengan bangsa Austronesia tertua.
Bangsa Austronesia diyakini
memiliki tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan tentang bangsa Atlantis
yang disebut-sebut dalam mitos Plato. Ketika zaman es berakhir, yang ditandai
tenggelamnya ‘benua Atlantis’, bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru.
Mereka lalu menciptakan keragaman
budaya dan bahasa pada masyarakat lokal yang disinggahinya dalam tempo cepat
yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun lampau. Kini rumpun Austronesia menempati
separuh muka bumi.
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi
Indonesia (IAAI), Harry Truman Simanjuntak, mengakui memang ada pendapat dari
sebagian pakar yang menyatakan bahwa benua Atlantis terletak di Indonesia.
Namun hal itu masih debatable.
Yang jelas, terang Harry, memang
benar ada sebuah daratan besar yang dahulu kala bernama Sunda Land. Luas
daratan itu kira-kira dua kali negara India. ”Benar, daratan itu hilang. Dan
kini tinggal Sumatra, Jawa atau Kalimantan,” terang Harry. Menurut dia, sah-sah
saja para ilmuwan mengatakan bahwa wilayah yang tenggelam itu adalah benua
Atlantis yang hilang, meski itu masih menjadi perdebatan yang perlu
diverifikasi secara ilmiah oleh berbagai pihak yang berwenang (otoritatif),
misalnya Badan Arkeologi Nasional RI.
Dominasi Austronesia
The biblical flood really did
occur – at the end of the last Ice Age. The Flood drowned for ever the huge
continetal shelf of Southeast Asia, and caused a population dispersal which
fertilized the Neolithic cultures of China, India, Mesopotamia, Egypt and the
eastern Mediterranean, thus creating the first civilizations. The Polynesians
did not come from China but from the islands of Southeast Asia. The
domestication of rice was not in China but in the Malay Peninsula, 9,000 years
ago. In this ground breaking new book Stephen Oppenheimer reveals how evidence
from oceanography, archaeology, linguistics, genetics and folklore
overwhelmingly suggests that the lost ‘Eden’ – the cradle of civilization – was
not in the Middle East, as is usually supposed, but in the drowned continent of
Southeast Asia. ( Stephen Oppenheimer)
http://www.bradshawfoundation.com/stephenoppenheimer/reading.html
Menurut Umar Anggara Jenny,
Austronesia sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah
manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari
1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di
Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang.
”Pertanyaannya dari mana
asal-usul mereka? Mengapa sebarannya begitu meluas dan cepat yakni dalam
3500-5000 tahun yang lalu. Bagaimana cara adaptasinya sehingga memiliki
keragaman budaya yang tinggi,” tutur Umar.
Salah satu teori, menurut Harry
Truman, mengatakan penutur bahasa Austronesia berasal dari Sunda Land yang
tenggelam di akhir zaman es. Populasi yang sudah maju, proto-Austronesia,
menyebar hingga ke Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk
lokal dan mengembangkan peradaban.
Peta Penyebaran Umat Manusia
pasca Ledakan Supervolcano Toba 75.000 tahun yang lalu. Silahkan di-klik
link-nya untuk melihat animasi lengkapnya
Apa yang diungkap Prof. Dr. Umar
Anggara Jenny dan Harry Truman tentang sebaran dan pengaruh bahasa dan bangsa
Austronesia ini dibenarkan oleh Prof.Dr. Abdul Hadi WM, budayawan dan sastrawan
terkemuka Indonesia.
Konteks Indonesia secara
Filosofis dan Spiritual
Secara filosofis dan historis,
apa yang telah dirumuskan oleh para Founding Fathers Republik Indonesia menjadi
Panca Sila, apakah secara langsung atau
tidak, mungkin terinspirasi atau ada kemiripan (paralelisme) dengan konsep
Plato tentang “Negara Ideal” yang tertulis dalam karyanya “Republic”. Konsep Plato tentang sistem kepemimpinan
masyarakat dan siapa yang berhak memimpin bangsa, bukanlah berdasarkan sistem
demokrasi formal-prosedural yang liberal ala demokrasi Barat (Amerika) saat
ini. Secara sederhana konsep kepemimpinan Platonis adalah “King Philosopher”
atau “Philospher King”. Konsep ini Plato dapatkan dari kisah tentang sistem
pemerintahan dan negara Atlantis.
Menurut Plato suatu bangsa
hanyalah akan selamat hanya bila dipimpin oleh orang yang dipimpin oleh
“kepala”-nya (oleh akal sehat, ilmu pengetahuan dan hati nuraninya), dan bukan
oleh orang yang dipimpin oleh “otot dan dada” (arogansi), bukan pula oleh
“perut” (keserakahan), atau oleh “apa yang ada di bawah perut” (hawa nafsu).
Hanya para filosof, yang dipimpin oleh kepalanya, yaitu para pecinta kebenaran
dan kebijaksanaan-lah yang dapat memimpin dengan selamat, dan bukan pula para
sophis (para intelektual pelacur, demagog) seperti orang kaya yang serakah
(tipe Qarun, “manusia perut” zaman Nabi Musa), atau tipe Bal’am (ulama-intelektual-penyihir
yang melacurkan ilmunya kepada tiran Fir’aun). Plato membagi jenis karakter
manusia menjadi 3: “manusia kepala” (para filosofof-cendikiawan-arif
bijaksana), “manusia otot dan dada” (militer), dan “manusia perut” (para
pedagang, bisnisman-konglomerat). Negara akan hancur dan kacau bila diserahkan
kepemimpinannya kepada “manusia otot-dada” atau “manusia perut”, menurut Plato.
Tafsiran Iconology simbol Mesir
dan mytologi Sunda oleh Dr.Lucky Hendrawan
Dr. Jalaluddin Rakhmat
menjelaskan dalam konteks terminologi agama mutakhir: Islam, istilahPhilosophia
atau Sapientia, era Yunani itu identik dengan terminologi Hikmah dalam
al-Qur’an. Istilah Hikmah terkait dengan Hukum (hukum-hukum Tuhan Allah SWT
yang tertuang dalam Kitab-Kitab Suci para Nabi dan para Rasul Allah, utamanya
Al-Qur’an al-Karim, dan Sunnah Rasulullah terakhir Muhammad SAW, yang telah
merangkum dan melengkapi serta menyempurnakan ajaran dan hukum rangkaian para
nabi dan rasul Allah sebelumnya. Hukum yang berdasarkan dan bergandengan dengan
Hikmah, bila ditegakkan oleh para Hakim dalam sebuah sistem Hukumah
(pemerintahan) inilah yang akan benar-benar dapat merealisasikan prinsip
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Maka semakin jelaslah mengapa
konsep kepemimpinan berdasarkan Panca Sila itu terkait erat dengan konsep
kepemimpinan negara versi Plato, karena ia mengambilnya dari peradaban tertua
yang luhur dari peradaban umat manusia pertama (Adam As dan keturunannya) yang
mendapat hidayah dan ilmu langsung dari Tuhan YME: Allah SWT. Dan entah benar
atau tidak, lokasinya adalah di Nusantara (Asia Tenggara).
Surga Atlantis, Yunani dan
Indonesia
Plato mendapatkan ilham filsafat
politiknya serta informasi tentang peradaban dan perikehidupan bangsa antik
yang luhur Atlantis, dari Socrates gurunya, juga dari jalur kakeknya yang
bernama Critias. Di mana Critias mendapatkan berita tentang Atlantis dari Solon
yang mendapatkannya dari para pendeta (ruhaniawan) di Mesir kuno.
Ilustrasi Gelombang Tsunami
katastropis (Bencana Dahysat) letusan Gunung Toba 75.000 tahun yang lalu
Menurut penelitian Aryso Santos,
para pendeta (rohaniwan) Mesir kuno ini, mewarisi informasi tentang Atlantis
ini dari para leluhurnya yang berasal dari Hindustan (India yang merupakan
peradaban Atlantis ke-2) dari peradaban bangsa Atlantis pertama di Sunda Land
(Lemuria) atau Nusantara. Aryso Santos
juga menemukan banyak informasi-informasi yang mengarahkan kesimpulannya dari
artefak-artefak dan situs bersejarah di Mesir.
Aryso Santos juga menemukan bahwa
cerita tentang Atlantis terkait dengan kisah para “dewa’ dalam mitologi Yunani
dan perikehidupan manusia pertama, keluarganya dan masyarakat keturunannya,.
Cerita ini ada kemiripan dengan kisah Zeus dalam mitology dan legenda
Yunani, juga dengan kisah dalam kitab suci
Hindu Rig Veda, Puranas, dll. “All nations, of all times, believed in the
existence of a Primordial Paradise where Man originated and developed the fist
civilization ever. This story, real and true, is told in the Bible and in Hindu
Holy Books such a the Rig Veda, the Puranas and many others. That this Paradise
lay “towards the Orient” no one doubts, excepting some die-hard scientists who
stolidly hold that the different civilizations developed independently from
each other even in such unlikely, late places such as Europe, the Americas or the
middle of the Atlantic Ocean. This, despite the very considerable contrary
evidence that has developed from essentially all fields of the human sciences,
particularly the anthropological ones. It is mainly on those that we base our
arguments in favor of the reality of a pristine source of human civilization
traditionally called Atlantis or Eden, etc.” tulis Aryso Santos.
Relief gambar Dewa Thoth Mesir
yang identik dengan Hermes atau Nabi Idris AS
Yang cukup mengejutkan adalah
bahwa Peradaban kuno Atlantis, yang kemungkinan adalah peradaban pertama umat
manusia, justru sudah beradab (civilized) dan punya kemampuan sains dan
teknologi, dan sistem kemasyarakatan dan ketatanegaraan ideal yang cukup maju
yang tak terbayangkan oleh kita sekarang itu dapat terjadi 11.600 tahun yang
lalu. Dari sudut pandang umat Islam, hal ini tidaklah mengherankan, karena Nabi
Adam, sebagai manusia (kalifatullah) pertama telah diajari Allah semua ilmu
pengetahuan tentang nama-nama (QS 2 : 30)
Sebuah bangsa kepulauan, yang
menurut anggapan Plato berlokasi di tengah Samudra Atlantik, dihuni oleh suatu
ras manusia yang mulia dan sangat kuat (noble and powerfull). Rakyat tanah air
tersebut sangat makmur sejahtera yang sangat bersyukur atas segala karunia
sumber daya alam yang diketemukan di seantero kepulauan mereka. Kepulauan itu
adalah sebuah pusat perdagangan dan kegiatan komersial. Pemerintahan negeri itu
memperjalankan para penduduknya untuk memperdagankan hasil buminya sampai ke
Afrika dan Eropa
Negara Atlantis.
Tafsiran paralelisme Mitos
Poseidon dan Pasundan oleg Dr. Lucky Hendrawan
Poseidon = Pasundan ???
Menurut cerita Plato Atlantis
adalah wilayahnya Poseidon, dewa laut.
Ketika Poseidon jatuh cinta kepada wanita yang bisa mati, Cleito, dia membuat
sebuah sumur di puncak bukit di
tengah-tengah pulau dan membuat kanal-kanal air berbentuk lingkaran cincin di
sekitar sumur tersebut untuk melindungi istrinya itu. Cleito melahirkan lima
pasang anak kembar laki-laki yang menjadi penguasa pertama Atlantis. Negeri
pulau itu dibagi-bagi di antara para saudara laki-lakinya. Yang tertua, Atlas,
raja pertama Atlantis, diberi kontrol atas
pusat bukit dan area sekitarnya.
Pada puncak tengah bukit, untuk
menghormati Poseidon, sebuah bangunan candi, kuil atau istana dibangun yang menempatkan
sebuah patung emas raksasa dari Poseidon yang mengendarai sebuat kereta yang
ditarik kuda terbang. Di sinilah para penguasa Atlantis biasa mendiskusikan
hukum, menentapkan keputusan dan memberi penghormatan kepada Poseidon.
Untuk memfasilitasi perjalanan
dan perdagangan, sebuah kanal (saluran) air dibuat memotong cincin-cincin kanal
air yang melingkari wilayah, sehingga terbentuk jalan air sepanjang 9 km ke
arah selatan menuju laut.
Kota Atlantis menduduki tempat
pada wilayah luar lingkaran cincin air, menyebar di sepanjang dataran melingkar
sepanjang 17 km. Inilah tempat yang padat penduduk di mana mayoritas
pendudukanya tinggal.
Hipothesis Lokasi Atlantis di
Lubuk Jambi, Riau Sumatra oleh Pebri Mahmud, M.Si
Di belakang kota terhampar seuatu
lahan subur sepanjang 530 km dan selebar 190 km yang dikitari oleh kanal air
lain yang digunakan untuk memngumpulkan air dari sungai-sungai dan aliran air
pengunungan. Iklimnya memungkinkan mereka dapat 2 kali panenan dalam setahun.
Pada saat musim penghujan, lahan disirami air hujan dan pada musim
panas/kemarau, lahan diairi irigasi dari kanal-kanal air.
Mengitari dataran di sebelah
utaranya ada pengunungan yang menjulang tinggi ke langit. Pedesaaan,
danau-danau dan sungai dan meadow menandai titik-titik pengunungan.
Disamping hasil panenan,
kepulauan besar tersebut menyediakan semua jenis tanaman herbal, buah-buahan
dan kacang-kacangan, dan sejumlah hewan termasuk gajah, yang memenuhi
kepulauan.
Gambaran perikehidupan sejahtera
penduduk Atlantis versi lukisan Yunani
Dari generasi ke genarasi
orang-orang Atlantean hidup dengan sederhana, hidup penuh dengan kebaikan.
Namun lambat-laun meerka mulai berubah. Keserakahan dan kekuasaan mulai
mengkorupsi mereka. Ketika Maha Dewa Zeus melihat ketidakdapatmatian
(immortality) para penduduk Atlantis, maka Dia mengumpulkan para dewa lainnya
untuk menentukan sebuah hukuman yang layak bagi mereka.
Segera, dalam sebuah bencana
besar mereka lenyap. Kepulauan Atlantis, penduduknya, dan ingatan-ingatanya
musnah tersapu lautan.
Ringkasan cerita yang
dikisahkan Plato ini sekitar tahun 360
SM dalam dialognya Timaeus and Critias. Karya tulis Plato ini adalah
satu-satunya referensi yang diketahui mengenai Atlantis. Ini telah menimbulkan
kontroversi dan perdebatan lebih dari 2 ribu tahun lamanya.
Replika Situs Atlantis telah
diketemukan di Sumatra ?
Beberapa orang yang penulis
temukan secara tak sengaja, antara Maret-Mei tahun ini telah mengaku menemukan
jejak-jejak situs yang diduga kemungkinan besar adalah replika situs
Atlantis. Menurut pengakuan mereka,
mereka terdorong oleh ilham dan mimpi serta cerita-cerita tambo, mitos dan
legenda yang diwarisi dari leluhur mereka tentang cerita istana Dhamna yang
hilang di tengah pulau Sumatra, di sekitar perbatasan Propinsi Sumatra Barat,
Jambi dan Riau.
Team Ekspedisi Atlantis Kandis-
Lubuk Jambi, Sumatra, Pimpinan Pebri Mahmud
Sekitar 6 bulan mereka melakukan
riset dan ekspedisi ke lokasi, dengan partisipasi seorang arkeolog dan panduan
beberapa tokoh masyarakat adat setempat mereka menemukannya di tengah bukit dan
hutan yang sukar dijangkau manusia. Di tempat yang sekarang dikenal sebagai
Lubuk Jambi itu konon telah diketemukan
oleh masyarakat setempat berbagai artefak dan sisa bangunan peninggalan
kerajaan Kandis, yang diduga Atlantis itu di dekat sungai Kuantan Singgigi.
Beberapa foto dirimkan oleh mereka kepada penulis sebagai bukti hasil ekspedisi
mereka. Namun demikian, menurut mereka, tempat tersebut dijaga dan dipelihara,
selain oleh masyarakat adat setempat juga oleh kekuatan makluk supra natural
tertentu yang menjaganya ribuan tahun. Bahkan menurut mereka, jarum kompas yang
mereka bawa ke tempat itu pun tidak bisa berfungsi lagi, karena pengaruh kutub
magnetis bumi pun menjadi hilang di sana. Salah satu dari tim ekspedisi itu
mengaku melihat dan merasakan kehadiran semacam siluman macan/harimau yang
menjaga tempat itu. Wallahu ‘alam bi shawab.
Lebih lanjut silahkan baca
makalah pimpinan team ekspedisi Kandis itu di :
http://ahmadsamantho.wordpress.com/2009/06/22/kerajaan-kandis-“atlantis-nusantara”/
Namun terlepas dari benar
tidaknya pengakuan mereka, ada juga beberapa pihak yang mengaitkan
diketemukannya bukti-bukti situs Atlantis sebagai peradaban umat manusia
pertama dengan sejarah kehidupan Nabi Adam As dan anak-cucu keturunannya,
dengan prediksi kebangkitan kembali agama-agama dan spiritualisme dunia
menjelang akhir zaman. Ini konon terhubung dengan persiapan kedatangan Imam
Mahdi dan mesianisme kebangkitan kembali Nabi Isa al-Masih, sebelum kiamat
tiba.
Inilah yang mungkin masih menjadi
pertanyaan tersirat ES Ito yang menulis novel Negara Kelima. Bagaimanakah revolusi
menuju negara ke lima itu mendapatkan jalannya?
Eksposisi Ajaran leluhur
Nusantara oleh Lucky Hendawan
Nusantara, Indonesia sekarang,
menurut Tato Sugiarto, telah dipersiapkan Tuhan YME sebagai negeri tempat
persemaian dan tumbuh kembangnya kearifan ilahiah dan shopia perennialis yang
berevolusi melalui berbagai agama dunia dan kearifan-kearifan lokal nusantara,
yang merefleksikan falsafah Bhineka Tunggal Ika. Menurut pria kelahiran 1937,
mantan tea taster dan market analisis PT perkebunan I – IX Sumatara Utara –
Aceh, walau terjadi paradoks –di balik krisis lingklungan seiring dengan krisis
peradaban global, mengutip Alvin Tofler, terjadi pula gejala-gejala kebangkitan
agama-agama, yang paralel dengan kebangkitan spiritualisme menurut John
Naisbit. Ini menutut Tato, adalah pertanda masa transisi proses kebangkitan
umat manusia menyosong tranformasi menuju “Kebangkitan Peradaban Mondial
Millenium Ketiga”.
Gejala ini juga terlihat jelas di
kawasan Nusantara ini, dan pesan-pesannya pun dipahami para ahli makrifat yang
waskita. Walau fenomena ini tampil paradoksal, namun sesungguhnya bersifat
komplementer, merupakan survival instinct manusia. Ini merupakan peringatan
dini dalam mengatisipasi apocaliptic threats yang akan hadir di masa datang.
Prophetic intelegence yang relevan dengan itu berabad-abad yang lampau
sebenarnya telah diisyaratkan dalam Injil dan al-Qur’an sebagai nubuat
(ramalan) Kebangkitan Isa al-Masih (QS 3: 55, QS 19:33) ataupun yang dalam
pagelaran wayang purwo ditampilkan sebagai mitos “Kresna Gugah”.
Tato Sugiarto menjelaskan: Wayang
Purwo warisan Wali Songo adalah “tontonan dan tuntunan” adiluhung yang cocok
dengan semua agama. Tampil sebagai seni budaya yang sarat dengan muatan aneka
ilmu pengetahuan.
Kresna Gugah = Kebangkitan Imam
Mahdi ???
Medium pendidikan massal ini
dikemas sebagai total arts, yang kehadirannya mewakili pagelaran seni makrifat
atau meditative arts. Kini wayang purwo telah melampaui batas wilayah
Nusantara, lalu diakui sebagai warisan dunia, yaitu sejak dinyatakan oleh
UNESCO (PBB) sebagai “A Masterpiece of the Oral and Intangible heritage of
Humanity” pada tgl 7 November 2003 di Paris Perancis.
Kresna
Dalam ungkapan seorang aktifis
urban sufism di Jakarta, Rani Angraini, “karena di sinilah peradaban luhur
pertama umat manusia berawal, maka di sini pula peradaban umat manusia bangkit
kembali dan berakhir di penghujung zaman.” Wallahu ‘Alam bi shawab.
No comments:
Post a Comment