Kenaikan iuran BPJS membuat traffic komentar di dunia maya cukup banyak
menghujani medsos, tidak bisa dipungkiri Media sosoal tempat orang mengeluh
secara massal, tempat orang menjadi ahli dalam segala hal secara isntan, awalnya
penulis hanya sebagai penikmat dari komentar-komentar netizen dan kadang iseng –
iseng membaca keluhan secara maassal , tapi setelah penulis membaca ocehan
direktur utama BPJS kesehatan Fachmi Idris di media yang
berbeda naluri rakyat misquenku naik, dan ikut – ikut mananggapi, tapi sayang jumlah
karakter membatasi komenku, dan akhirnya saya memutuskan lebih baik membuat
tulisan daripada memberi komen yang dibatasi dengan jumalah karakter.
Kenaikan iuran BPJS naik per 1 januari 2020, direktur utama BPJS Fachmi Idris mengatakan besarnya iuran tersebut setara dengan
mencicil Rp 5.000 per hari.
Direktur uatama BPJS membahas soal
kenaikan iuran BPJS ini sudah beberapa bulan yang lalu, tapi anehnya kenaikan
iuran BPJS ini tidak dibarengi dengan rencana pembahasan perbaikan sistem BPJS,
atau dengan kata lain kenaikan iuran BPJS tidak berbanding lurus dengan
perbaikan sistem BPJS yang dinilai selama ini masih banyak yang kurang tepat
atau kurang menolong, apa karena para pejabat BPJS dan Pejabat kementrian
keuangan kalau sakit tidak pernah menggunakan BPJS?, sehingga mereka tidak tahu
betapa menderitanya rakyat menjalankan sistem yang mereka buat? tapi mereka si
pembuat sistem dan kebijkan tidak pernah menjalani sistem yang mereka buat
sendiri, misalnya evaluasi soal antrian, membuat antrian khusus bagi lansia, perpanangan
rujukan bagi lansia yang telah di rujuk ke type rumah sakit B dari paskes 1 dan
type rumah sakit C, sehingga pasien lansia atau pasien difabel tidak perlu
bolak balik Paskeks 1, Rumah sakit type C dan balik lagi kerumah sakit type B
untuk berobat.
memberi sanksi layanan publik kepada
masyarakat yang terlambat membayar iuran BPJS akan diberi sanksi tidak bisa
perpanjang SIM, hingga membuat paspor. Fahmi Idris selalu berbicara tentang
sangsi bagi penunggak iuran BPJS tapi dia tidak bernah berbicara sanksi bagi
BPJS yang sistemnya merugikan masyarakat, Fahmi Idris juga tidak pernah
berbicara soal bagaimana meningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan layanan
kesehatan dan kemudahan proses pengobatan bagi masyarakat, membayar ke rumah
sakit tepat waktu sehingga masyarakat tidak terkena imbas dari keterlambatan
BPJS membayar kerumah sakit, mempermudah
layanan kesehatan, memangkas antrian yang luar biasa melelahkan yang tadinya
pasiennya Cuma demam dan flu, setelah lama antri jadi sakit tifus dan infeksi
pencernaan saking lamanya antri hehehehe (kidding boy), belum lagi ketemu
dengan petugas loket BPJS yang sok galak, memberi informasi yang minim kepada
masyarakat sehingga masyarakat harus bolak balik kerumah sakit, contoh kasus, ada pasien rawat jalan yang
menderita gangguan saraf dan akibat gangguan saraf tepi tersebut berimbas pada
gangguan kulit, sehingga harus dirujuk kedokter kulit. Ketika membawa surat
rujukan ke loket BPJS tidak ada informasi sama sekali dari petugas BPJS, ke
esokan harinya si pasien yang dirujuk ke poli kulit kembali mendatangi rumah
sakit, tapi dari petugas loket BPJS ditolak, karena perturan dari BPJS harus
tujuh hari kerja barulah rujukan itu berlaku. Informasi seperti ini terkesan
sepeleh bagi petugas loket BPS yang ada di rumah sakit, tapi bagi pasien ini
informasi yang sangat penting, sehingga pasien tidak perlu harus bolak balik
kerumah sakit hanya karna tidak dapat informasi dari petugas BPJS.
Dan saya yakin pejabat BPJS dan
pejabat kementrian keuangan tidak pernah mengalami beraneka ragam peristiwa
diatas padahal mereka yang membuat sistem dan peraturannya
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi
Idris menilai kenaikan iuran yang akan diberlakukan per 1 Januari 2020 tidak
berat. Dia beralasan besarnya iuran tersebut setara dengan mencicil Rp 5.000
per hari.
Fahmi kembali menambahkan bahwa kenaikan iuarn BPJS tersebut bisa
diakali dengan menyicil setiap harinya dengan meletakkan uang tersebut pada
suatu tempat yang khusus sehingga dalam satu bulan bisa terkumpul dalam jumlah
nominal iuarn premi, itu omongan fahmi seorang direktur uatama yang bergaji 300
juta perbulan, Fahmi sangat baik dalam meberikan contoh, tapi mungkin usulan
fahmi itu hanya berlaku pada orang jomblo atau manusia yang hidup sebatang kara
saja, tapi bagaimana kalau keluarga ekonomi lemah yang mempunyai setidaknya 6
anggoat keluarga semuanya peserta BPJS?.
Kenaikan iuran BPJS untuk kelas I dan kelas II membuat orang secara otomatis akan berbondong – bondong
turun ke kelas III dan pararel dengan itu jumlah pasien kelas III akan
membludak di tahun 2020 nanti dan akan terjadi bottleneck dilayanan kelas III, padahal selama ini sudah banyak
kejadian pada pasien rawat inap kelas III yang tidak bisa ditampung rumah sakit
dengan alasan ruang untuk kelas III sudah penuh. Atau pasien akan diminta biaya
tambahan untuk bisa naik kelas ke kelas II atau kelas I, karena Cuma kamar
kelas I dan kelas II yang masih kosong dan itu sering sekali terjadi, tapi dari
pihak BPJS kesehatan belum ada solusi untuk itu, karena kejadian seperti itu
tidak pernah menimpa mereka si pembuat kebiakan sehingga keluhan semacam itu
hanya angin lalu bagi pejabat BPJS kesehatan dan para pembuat kebijakan yang
sama sekali tidak bijak.
Mengutip dari www.cnbcindonesia.com tentang penagihan menggunakan tele-collecting, menelpon ke peserta yang
menunggak, kemudian ada juga dengan SMS dan menerjunkan kader JKN," kata
Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma'ruf kepada CNBC Indonesia,
Senin (23/9/2019), tidak sampai disitu saja malah lanjut Anas ma’ruf pihaknya
juga akan melakukan skema penagihan seperti debpt collector yang akan datang
menagih dari rumah kerumah walaupun lanjut dia debpt collector versi bpjs
kesehatan ini tidak diperkenankan meminta uang secara langsung atau tunai,
melainkan mengarahkan penunggak bpjs kesehatan ke tempat pembayaran yang resmi.
dan pertanyaannya adalah, kalau pada saat di tagih dan pada saat itu si penunggak bpjs kesehatan
tidak punya uang atau belum punya uang lalu apa yang akan dilakukan oleh debpt
collector - debpt collector bpjs kesehatan ini? Mau menarik motor, sepeda atau
barang – barang berharga si penunggak?, atau melakukan intimidasi? Itu sangat
idak mungkin, dan pertanyaan selanjutnya bila debpt collector- debpt collector
bpjs kesehatan ini yang katanya berjumlah 3.288 orang pulang tidak bawa hasil? Selama sebulan
misalnya, trus biaya transportasi mereka siapa yang akan membayarkan? Apakah akan
diambil LAGI dari iuran bpjs yang katanya sudah defisit itu? Atau mereka bekerja
secara sukarela dengan mengeluarkan biaya sukarela?.
Ada lagi pernyataan konyol dari pejabat BPJS, yang katanya setelah iuran
ini dinaikan pelayanan akan di tingkatkan.. whaaaat??.. coba di ulang,
“kenaikan iuran BPJS akan diberangi dengan peningkatan pelayanan, fix berarti
selama ini pelayanan BPJS masih ugal-ugalan
Cobalah sekali – kali para pembuat kebijkana ini main – main ke RSUD –
RSUD atau Rumah sakit yang melayani BPJS dan lihat hasil kebijakan yang mereka
buat, atau kalau tidak orang tua mereka, anak – anak mereka atau bahkan mereka
sendiri kalau sakit berobatlah menggunakan BPJS biar terjadi keadialn sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia itu, jangan gajinya dari duit BPJS tapi kalau
sakit berobatnya ke luar negeri.
Banyak orang berucap “Semoga,
Semoga dan semoga” setelah kenaikan iuran BPJS ini pelayanan ikut naik, mau
naik kemana lagi pelayananan BPJS ini, memisahkan antrian lansia dengan antrian
umum?, memisahkan antrian orang yang naik kursi roda dengan antrian orang yang
gak naik kursi roda?.
Cobalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berlaku juga di
bidang kesehatan, dari pejabat tinggi negara sampai ke pemulung semuanya
berobat pake BPJS hahahahah….
Ah sudahlah
Oleh : Arnoldus Leo Karra / MixNewsDotCom
No comments:
Post a Comment