Thursday, November 28, 2019

BPJS Jalan terjal “Si miskin” untuk sehat



Kenaikan iuran BPJS membuat traffic komentar di dunia maya cukup banyak menghujani medsos, tidak bisa dipungkiri Media sosoal tempat orang mengeluh secara massal, tempat orang menjadi ahli dalam segala hal secara isntan, awalnya penulis hanya sebagai penikmat dari komentar-komentar netizen dan kadang iseng – iseng membaca keluhan secara maassal , tapi setelah penulis membaca ocehan direktur utama BPJS kesehatan Fachmi Idris di media yang berbeda naluri rakyat misquenku naik, dan ikut – ikut mananggapi, tapi sayang jumlah karakter membatasi komenku, dan akhirnya saya memutuskan lebih baik membuat tulisan daripada memberi komen yang dibatasi dengan jumalah karakter.
Kenaikan iuran BPJS naik per 1 januari 2020,  direktur utama BPJS Fachmi Idris mengatakan besarnya iuran tersebut setara dengan mencicil Rp 5.000 per hari.



Direktur uatama BPJS membahas soal kenaikan iuran BPJS ini sudah beberapa bulan yang lalu, tapi anehnya kenaikan iuran BPJS ini tidak dibarengi dengan rencana pembahasan perbaikan sistem BPJS, atau dengan kata lain kenaikan iuran BPJS tidak berbanding lurus dengan perbaikan sistem BPJS yang dinilai selama ini masih banyak yang kurang tepat atau kurang menolong, apa karena para pejabat BPJS dan Pejabat kementrian keuangan kalau sakit tidak pernah menggunakan BPJS?, sehingga mereka tidak tahu betapa menderitanya rakyat menjalankan sistem yang mereka buat? tapi mereka si pembuat sistem dan kebijkan tidak pernah menjalani sistem yang mereka buat sendiri, misalnya evaluasi soal antrian,  membuat antrian khusus bagi lansia, perpanangan rujukan bagi lansia yang telah di rujuk ke type rumah sakit B dari paskes 1 dan type rumah sakit C, sehingga pasien lansia atau pasien difabel tidak perlu bolak balik Paskeks 1, Rumah sakit type C dan balik lagi kerumah sakit type B untuk berobat.

memberi sanksi layanan publik kepada masyarakat yang terlambat membayar iuran BPJS akan diberi sanksi tidak bisa perpanjang SIM, hingga membuat paspor. Fahmi Idris selalu berbicara tentang sangsi bagi penunggak iuran BPJS tapi dia tidak bernah berbicara sanksi bagi BPJS yang sistemnya merugikan masyarakat, Fahmi Idris juga tidak pernah berbicara soal bagaimana meningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan layanan kesehatan dan kemudahan proses pengobatan bagi masyarakat, membayar ke rumah sakit tepat waktu sehingga masyarakat tidak terkena imbas dari keterlambatan BPJS membayar kerumah sakit,  mempermudah layanan kesehatan, memangkas antrian yang luar biasa melelahkan yang tadinya pasiennya Cuma demam dan flu, setelah lama antri jadi sakit tifus dan infeksi pencernaan saking lamanya antri hehehehe (kidding boy), belum lagi ketemu dengan petugas loket BPJS yang sok galak, memberi informasi yang minim kepada masyarakat sehingga masyarakat harus bolak balik kerumah sakit,  contoh kasus, ada pasien rawat jalan yang menderita gangguan saraf dan akibat gangguan saraf tepi tersebut berimbas pada gangguan kulit, sehingga harus dirujuk kedokter kulit. Ketika membawa surat rujukan ke loket BPJS tidak ada informasi sama sekali dari petugas BPJS, ke esokan harinya si pasien yang dirujuk ke poli kulit kembali mendatangi rumah sakit, tapi dari petugas loket BPJS ditolak, karena perturan dari BPJS harus tujuh hari kerja barulah rujukan itu berlaku. Informasi seperti ini terkesan sepeleh bagi petugas loket BPS yang ada di rumah sakit, tapi bagi pasien ini informasi yang sangat penting, sehingga pasien tidak perlu harus bolak balik kerumah sakit hanya karna tidak dapat informasi dari petugas BPJS.

Dan saya yakin pejabat BPJS dan pejabat kementrian keuangan tidak pernah mengalami beraneka ragam peristiwa diatas padahal mereka yang membuat sistem dan peraturannya

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menilai kenaikan iuran yang akan diberlakukan per 1 Januari 2020 tidak berat. Dia beralasan besarnya iuran tersebut setara dengan mencicil Rp 5.000 per hari.
Fahmi kembali menambahkan bahwa kenaikan iuarn BPJS tersebut bisa diakali dengan menyicil setiap harinya dengan meletakkan uang tersebut pada suatu tempat yang khusus sehingga dalam satu bulan bisa terkumpul dalam jumlah nominal iuarn premi, itu omongan fahmi seorang direktur uatama yang bergaji 300 juta perbulan, Fahmi sangat baik dalam meberikan contoh, tapi mungkin usulan fahmi itu hanya berlaku pada orang jomblo atau manusia yang hidup sebatang kara saja, tapi bagaimana kalau keluarga ekonomi lemah yang mempunyai setidaknya 6 anggoat keluarga semuanya peserta BPJS?.



Kenaikan iuran BPJS untuk kelas I dan kelas II membuat orang  secara otomatis akan berbondong – bondong turun ke kelas III dan pararel dengan itu jumlah pasien kelas III akan membludak di tahun 2020 nanti dan akan terjadi bottleneck dilayanan kelas III, padahal selama ini sudah banyak kejadian pada pasien rawat inap kelas III yang tidak bisa ditampung rumah sakit dengan alasan ruang untuk kelas III sudah penuh. Atau pasien akan diminta biaya tambahan untuk bisa naik kelas ke kelas II atau kelas I, karena Cuma kamar kelas I dan kelas II yang masih kosong dan itu sering sekali terjadi, tapi dari pihak BPJS kesehatan belum ada solusi untuk itu, karena kejadian seperti itu tidak pernah menimpa mereka si pembuat kebiakan sehingga keluhan semacam itu hanya angin lalu bagi pejabat BPJS kesehatan dan para pembuat kebijakan yang sama sekali tidak bijak.
Mengutip dari www.cnbcindonesia.com tentang penagihan menggunakan tele-collecting, menelpon ke peserta yang menunggak, kemudian ada juga dengan SMS dan menerjunkan kader JKN," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma'ruf kepada CNBC Indonesia, Senin (23/9/2019), tidak sampai disitu saja malah lanjut Anas ma’ruf pihaknya juga akan melakukan skema penagihan seperti debpt collector yang akan datang menagih dari rumah kerumah walaupun lanjut dia debpt collector versi bpjs kesehatan ini tidak diperkenankan meminta uang secara langsung atau tunai, melainkan mengarahkan penunggak bpjs kesehatan ke tempat pembayaran yang resmi. dan pertanyaannya adalah, kalau pada saat di tagih  dan pada saat itu si penunggak bpjs kesehatan tidak punya uang atau belum punya uang lalu apa yang akan dilakukan oleh debpt collector - debpt collector bpjs kesehatan ini? Mau menarik motor, sepeda atau barang – barang berharga si penunggak?, atau melakukan intimidasi? Itu sangat idak mungkin, dan pertanyaan selanjutnya bila debpt collector- debpt collector bpjs kesehatan ini yang katanya berjumlah 3.288 orang  pulang tidak bawa hasil? Selama sebulan misalnya, trus biaya transportasi mereka siapa yang akan membayarkan? Apakah akan diambil LAGI dari iuran bpjs yang katanya sudah defisit itu? Atau mereka bekerja secara sukarela dengan mengeluarkan biaya sukarela?.
Ada lagi pernyataan konyol dari pejabat BPJS, yang katanya setelah iuran ini dinaikan pelayanan akan di tingkatkan.. whaaaat??.. coba di ulang, “kenaikan iuran BPJS akan diberangi dengan peningkatan pelayanan, fix berarti selama ini pelayanan BPJS masih ugal-ugalan
Cobalah sekali – kali para pembuat kebijkana ini main – main ke RSUD – RSUD atau Rumah sakit yang melayani BPJS dan lihat hasil kebijakan yang mereka buat, atau kalau tidak orang tua mereka, anak – anak mereka atau bahkan mereka sendiri kalau sakit berobatlah menggunakan BPJS biar terjadi keadialn sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu, jangan gajinya dari duit BPJS tapi kalau sakit berobatnya ke luar negeri.
Banyak orang berucap  “Semoga, Semoga dan semoga” setelah kenaikan iuran BPJS ini pelayanan ikut naik, mau naik kemana lagi pelayananan BPJS ini, memisahkan antrian lansia dengan antrian umum?, memisahkan antrian orang yang naik kursi roda dengan antrian orang yang gak naik kursi roda?.
Cobalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berlaku juga di bidang kesehatan, dari pejabat tinggi negara sampai ke pemulung semuanya berobat pake BPJS hahahahah….
Ah sudahlah



Oleh : Arnoldus Leo Karra / MixNewsDotCom


No comments:

AI

  Bagaimana Cara Kerja Kecerdasan Buatan AI bekerja dengan menggabungkan sejumlah besar data dengan cepat, pengolahan berulang, dan algori...